Home TSAQOFAH BAHAYA BURUK SANGKA DAN TAJASSUS

BAHAYA BURUK SANGKA DAN TAJASSUS

48

BAHAYA BURUK SANGKA DAN TAJASSUS

abu zaid

Dalam masyarakat yang sudah ancur lebur adabnya seperti saat ini maka keburukan sudah dianggap biasa. Khususnya dalam interaksi di sosmed yang namanya caci maki, umpatan, tuduhan, dan buruk sangka dianggap biasa. Apalagi jika mengomentari postingan orang yang tidak disukainya. Maka sumpah serapah seolah terasa begitu indah. Na’udzubillah min dzalik

Saya pribadi, pernah di salah satu postingan saya mendapat respon yang begitu mengerikan. Merinding saya. Tapi saya sadar inilah resiko di dunia sosmed. Siapa saja boleh komen dengan komen seburuk apapun. Seolah tak ada lagi aturan sopan santun. Apalagi akhlaq Islam sama sekali ga terasa. Padahal saya yakin banyak tentunya yang muslim.

Semua itu lahir dari buruk sangka. Ketika kita bersangka buruk terhadap orang lain maka seolah menjadi hak kita untuk menghakimi. Bahkan membully. Seakan sah saja kita komen buruk. Padahal semua buruk sangka kita belum tentu benar. Dan buruk sangka itu adalah dosa. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ

“Waspadalah dengan buruk sangka karena buruk sangka adalah sejelek-jeleknya perkataan dusta.” (HR. Bukhari no. 5143 dan Muslim no. 2563)

Prasangka yang terlarang adalah prasangka yang tidak disandarkan pada bukti. Artinya sekedar baca atau lihat postingan orang lain yang kita belum tahu pasti apa maksudnya kemudian kita pastikan itu buruk. Kemudian kita komen buruk.

Sementara tajasus adalah perbuatan mencari cari kesalahan orang lain untuk kepentingan tertentu. Entah kepentingan pribadi atau pihak lain. Tajasus hukumnya juga haram. Bahkan ini lebih buruk daripada sekedar buruk sangka.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ  وَلَا تَجَسَّسُوا

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (Al-Hujurat : 12)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ ، صُبَّ فِى أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan selain mereka), maka pada telinganya akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 7042).

 Imam Adz Dzahabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-aanuk adalah tembaga cair.

Yang namanya tembaga cair tentu saja dalam keadaan yang begitu panas. Na’udzu billah.

Ibnu Batthol mengatakan bahwa ada ulama yang berpendapat, hadits yang ada menunjukkan bahwa yang mendapatkan ancaman hanyalah untuk orang yang “nguping” dan yang membicarakan tersebut tidak suka yang lain mendengarnya.

Namun yang tepat jika tidak diketahui mereka suka ataukah tidak, maka baiknya tidak menguping berita tersebut kecuali dengan izin mereka. Karena ada hadits di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa terlarang masuk mendengar orang yang sedang berbisik-bisik (berbicara empat mata). Seperti ini dilarang kecuali dengan izin yang berbicara. Demikian diterangkan oleh Ibnu Batthol dalam Syarh Shahih Al Bukhari.

Dari Mu’awiyah, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ

“Jika engkau mengikuti cela (kesalahan) kaum muslimin, engkau pasti merusak mereka atau engkau hampir merusak mereka.” (HR. Abu Daud no. 4888).

. Ini juga akibat buruk dari mencari-cari terus kesalahan orang lain.

Hanya saja kecurigaan yang ada bukti itu boleh, dari Zaid bin Wahab, ia berkata,

عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ قَالَ أُتِىَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَقِيلَ هَذَا فُلاَنٌ تَقْطُرُ لِحْيَتُهُ خَمْرًا فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ إِنَّا قَدْ نُهِينَا عَنِ التَّجَسُّسِ وَلَكِنْ إِنْ يَظْهَرْ لَنَا شَىْءٌ نَأْخُذْ بِهِ

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu telah didatangi oleh seseorang, lalu dikatakan kepadanya, “Orang ini jenggotnya bertetesan khamr.” Ibnu Mas’du pun berkata, “Kami memang telah dilarang untuk tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain). Tapi jika tampak sesuatu bagi kami, kami akan menindaknya.” (HR. Abu Daud no. 4890).

Jika kita melihat jelas ada kesalahan pada postingan seseorang yang jelas atau ada indikasi kesalahan maka kita koreksi. Atau paling tidak kita bertanya bukankah yang dia sampaikan itu salah sehingga harus dikoreksi. 

Bukan malah dijadikan bahasan sekadar supaya ramai. Yang paling penting justru koreksi itulah yang harus kita lakukan.

Apalagi yang lebih parah adalah melakukan tajasus kepada para pengemban dakwah. Dengan mencurigai dan memata matai mereka. Baik di sosmed maupun dalam kehidupan nyata. Kemudian memberikan berbagai julukan seperti radikal bahkan teroris. Padahal jelas jelas para pengemban dakwah adalah orang orang yang paling baik di masyarakat. Yang berjuang tanpa kekerasan untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran akibat penjajahan. 

Dengan cara inilah kemudian para penguasa zholim membatasi kegiatan para pengemban dakwah. Terutama mempersulit pekerjaan dan karir mereka. Para penguasa zholim melakukan hal ini sesuai kepentingan para penjajah. Agar penjajahan tetap berlangsung dengan aman dan damai. Na’udzubillah min dzalik.

Moga kita terhindar dari buruk sangka dan tajasus kepada sesama muslim. Wallahu a’lam.[]