KEZHOLIMAN SUAMI KEPADA ISTRINYA
abu zaid
Tidak memberikan nafkah padahal mampu.
Kewajiban suami terhadap istrinya adalah memberikan nafkah dengan cara yang baik, dan dalil dari yang demikian itu adalah firman Allah Ta’ala :
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ (سورة البقرة: 233)
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. [Al Baqarah/2 : 233].
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam khuthbah beliau pada saat haji wada:
وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ (رواه مسلم، رقم 1218)
“Dan kewajiban atas kalian terhadap mereka – para istri – nafkah-nafkah mereka serta pakaian mereka secara baik.” [HR. Muslim, no. 1218]
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Hindun istri Abu Sufyan radhiallahu anha,
“Ambillah sesuatu yang mencukupi buatmu dan anak-anakmu dengan cara yang baik.” [HR. Bukhari, no. 5364 dan Muslim, no. 3233]
Standar nafkah adalah bil Ma’ruf dengan layak, yakni sesuai dengan kebiasaan masyarakat dimana keluarga kita hidup. Secara umum meliputi kebutuhan primer dan sekunder. Primer adalah sandang, pangan dan papan. Sedangkan sekunder tergantung pada tingkat kemajuan sain dan teknologi, misalnya sarana transportasi dan komunikasi.
Untuk makan secara layak misalnya kalo di Indonesia biasanya makan tiga kali sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk pauknya. Begitulah makan yang bil ma’ruf atau layak.
Semua itu adalah kewajiban suami dan hak istri. Maka barangsiapa yang tidak memberikan nafkah yang wajib kepada istrinya pada rentang waktu tertentu, maka sesungguhnya nafkah tersebut masih tetap dalam tanggungannya dan istrinya berhak menuntutnya darinya.
Terdapat dalam kitab Al Mughni, karangan Ibnu Qudamah Rahimahullah, 8/207 :
وَمَنْ تَرَكَ الْإِنْفَاقَ الْوَاجِبَ لَامْرَأَته مُدَّةً ، لَمْ يَسْقُطْ بِذَلِكَ ، وَكَانَتْ دَيْنًا فِي ذِمَّتِهِ ، سَوَاءٌ تَرَكَهَا لَعُذْرٍ أَوْ لغير عذر
“Barangsiapa tidak memberikan nafkah yang wajib kepada istrinya pada jangka waktu tertentu, maka yang demikian itu tidak serta-merta gugur dari tanggung jawabnya. Bahkan merupakan hutang yang harus dilunasi, baik meninggalkan hal ini karena uzur maupun bukan karena uzur.”
Maka jika suami mampu namun tidak memberikan nafkah dia termasuk zholim kepada istrinya.
Perlu diketahui bahwa bagi suami yang kaya dia wajib menafkahi secara penuh baik kebutuhan primer maupun sekunder secara layak sesuai kondisi masyarakat nya. Makan tiga kali sehari. Rumah tinggal yang ada fasilitas air bersih, listrik, dan perabotan Ruman tangga seperti kulkas, mesin cuci, dll. Serta pakaian untuk berbagai kegiatan seperti pakaian dalam rumah, pakaian untuk keluar rumah jilbab dan Khimar. Kemudian alat transportasi misalnya motor. Dan alat komunikasi handphone dll.
Namun jika suami miskin maka dia wajib memberikan nafkah sesuai kemampuannya. Dan ahli waris suami yang kaya lah yang wajib membantu kekurangannya. Atau jika tidak ada ahli waris atau ada tapi miskin juga maka dibantu oleh negara dari anggaran negara untuk orang orang miskin.
Semoga kita dihindarkan oleh Allah dari berbuat zholim. Terlebih lagi zholim kepada orang orang yang kita cintai. Wallahu a’lam.[]